PEMBALUTAN
Membalut
adalah tindakan medis untuk menyangga atau menahan bagian tubuh tertentu agar
tidak bergeser atau berubah dari posisi yang dikehendaki.
TUJUAN
1. menahan sesuatu –
misalnya bidai (spalk), kasa penutup luka, dan sebagainya – agar tidak bergeser
dari tempatnya
2. menahan
pembengkakan (menghentikan pendarahan: pembalut tekanan)
3. menunjang bagian
tubuh yang cedera
4. menjaga agar bagian
yang cedera tidak bergerak
5. menutup bagian
tubuh agar tidak terkontaminasi.
MACAM
1. Mitella (pembalut
segitiga)
2. Dasi (cravat)
3. Pita (pembalut
gulung)
4. Plester (pembalut
berperekat)
5. Pembalut lainnya
6. Kassa steril
A. MITELLA (pembalut
segitiga)
Bahan pembalut dari kain yang berbentuk
segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran. Panjang kaki antara 50-100 cm. Pembalut
ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan,
pinggul, telapak kaki, dan untuk menggantung lengan. Dapat
dilipat-lipat sejajar dengan alasnya dan menjadi pembalut bentuk dasi.
B. DASI (cravat)
Merupakan mitella yang dilipat-lipat dari
salah satu ujungnya sehingga berbentuk pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip
dan lebarnya antara 5-10 cm. Pembalut ini biasa
dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang lain), rahang,
ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis, dan kaki yang terkilir.
Cara
membalut:
1.
Bebatkan pada tempat yang
akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan
2.
Diusahakan agar balutan
tidak mudah kendor, dengan cara sebelum diikat arahnya saling menarik
3.
Kedua ujung diikatkan secukupnya.
C. PITA (pembalut
gulung)
Dapat terbuat dari kain katun, kain kasa,
flanel atau bahan elastis. Yang paling sering adalah kasa. Hal ini dikarenakan
kasa mudah menyerap air dan darah, serta tidak mudah kendor.
Macam
ukuran lebar pembalut dan penggunaannya:
1.
2,5 cm : untuk jari-jari
2.
5 cm : untuk leher dan
pergelangan tangan
3.
7,5 cm : untuk kepala,
lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki
4.
10 cm : untuk paha dan
sendi pinggul
5.
10-15 cm : untuk dada,
perut dan punggung.
Cara
membalut anggota badan (tangan/kaki):
1.
Sangga anggota badan yang
cedera pada posisi tetap
2.
Pastikan bahwa perban
tergulung kencang
3.
Balutan pita biasanya
beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang diletakkan dari proksimal ke
distal menutup sepanjang bagian tubuh, yang akan dibalut dari distal ke
proksimal (terakhir ujung yang dalam tadi diikat dengan ujung yang lain
secukupnya). Atau bisa dimulai dari bawah luka (distal), lalu balut lurus 2
kali.
4.
Dibebatkan terus ke
proksimal dengan bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan
yang satu dengan bebatan berikutnya. Setiap balutan menutupi duapertiga bagian
sebelumnya.
5.
Selesaikan dengan membuat
balutan lurus, lipat ujung perban, kunci dengan peniti atau jepitan perban.
D. PLESTER (pembalut
berperekat)
Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka,
untuk fiksasi pada sendi yang terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah
tulang. Cara pembidaian langsung dengan plester disebut strapping.
Plester dibebatkan berlapis-lapis dari distal ke proksimal dan untuk membatasi gerakan
perlu pita yang masing-masing ujungnya difiksasi dengan plester. Untuk
menutup luka yang sederhana dapat dipakai plester yang sudah dilengkapi dengan
kasa yang mengandung antiseptik (Tensoplast, Band-aid, Handyplast dsb).
Cara
membalut luka terbuka dengan plester:
1. luka
diberi antiseptik
2. tutup
luka dengan kassa
3. baru
letakkan pembalut plester.
E. PEMBALUT
LAINNYA
Snelverband:
pembalut pita yang sudah ditambah kasa
penutup luka, dan steril. Baru dibuka saat akan digunakan,
sering dipakai untuk menutup luka-luka lebar.
Sofratulle:
kasa steril yang sudah direndam dalam
antibiotika. Digunakan untuk menutup luka-luka kecil.
Kassa steril
Kasa
steril ialah potongan-potongan pembalut kasa yang sudah disterilkan dan
dibungkus sepotong demi sepotong. Pembungkus tidak boleh dibuka sebelum
digunakan. Digunakan untuk menutup luka-luka kecil yang
sudah didisinfeksi atau diobati (misalnya sudah ditutupisofratulle),
yaitu sebelum luka dibalut atau diplester.
Prosedur
Pembalutan:
A. Perhatikan
tempat atau letak bagian tubuh yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan
ini:
a. Bagian
dari tubuh yang mana? (untuk menentukan macam pembalut yang digunakan dan
ukuran pembalut bila menggunakan pita)
b. Luka
terbuka atau tidak? (untuk perawatan luka dan menghentikan perdarahan)
c. Bagaimana
luas luka? (untuk menentukan macam pembalut)
d. Perlu
dibatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak? (untuk menentukan perlu
dibidai/tidak?)
B. Pilih
jenis pembalut yang akan digunakan. Dapat satu atau kombinasi.
C. Sebelum
dibalut, jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan
pembalut yang mengandung desinfektan. Jika terjadi disposisi/dislokasi perlu
direposisi. Urut-urutan tindakan desinfeksi luka terbuka:
a. Letakkan
sepotong kasa steril di tengah luka (tidak usah ditekan) untuk melindungi luka
selama didesinfeksi.
b. Kulit
sekitar luka dibasuh dengan air, disabun dan dicuci dengan zat antiseptik.
c. Kasa
penutup luka diambil kembali. Luka disiram dengan air steril untuk membasuh
bekuan darah dan kotoran yang terdapat di dalamnya.
d. Dengan
menggunakan pinset steril (dibakar atau direbus lebih dahulu) kotoran yang
tidak hanyut ketika disiram dibersihkan.
e. Tutup
lukanya dengan sehelai sofratulle atau kasa steril biasa. Kemudian di atasnya
dilapisi dengan kasa yang agak tebal dan lembut.
f. Kemudian
berikan balutan yang menekan. Apabila terjadi pendarahan,
tindakan penghentian pendarahan dapat dilakukan dengan cara:
1. Pembalut
tekan, dipertahankan sampai pendarahan berhenti atau sampai pertolongan yang
lebih mantap dapat diberikan.
2. Penekanan
dengan jari tangan di pangkal arteri yang terluka. Penekanan paling lama 15
menit.
3. Pengikatan
dengan tourniquet.
a. Digunakan
bila pendarahan sangat sulit dihentikan dengan cara biasa.
b. Lokasi
pemasangan: lima jari di bawah ketiak (untuk pendarahan di lengan) dan lima jari
di bawah lipat paha (untuk pendarahan di kaki)
c. Cara:
lilitkan torniket di tempat yang dikehendaki, sebelumnya dialasi dengan kain
atau kasa untuk mencegah lecet di kulit yang terkena torniket. Untuk torniket
kain, perlu dikencangkan dengan sepotong kayu. Tanda torniket sudah kencang
ialah menghilangnya denyut nadi di distal dan kulit menjadi pucat kekuningan.
d. Setiap
10 menit torniket dikendorkan selama 30 detik, sementara luka ditekan dengan
kasa steril.
g. Elevasi
bagian yang terluka
D. Tentukan
posisi balutan dengan mempertimbangkan:
1. Dapat
membatasi pergeseran/gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
2.
Sesedikit mungkin membatasi
gerak bgaian tubuh yang lain
3.
Usahakan posisi balutan
paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita.
4.
Tidak mengganggu peredaran
darah, misalnya balutan berlapis, yang paling bawah letaknya di sebelah distal.
5.
Tidak mudah kendor atau
lepas.
PEMBIDAIAN
Bidai atau spalk adalah alat
dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan
untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak
(immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit. Maksud dari
immobilisasi adalah:
1. Ujung-ujung
dari ruas patah tulang yang tajam tersebut tidak merusak jaringan lemah,
otot-otot, pembuluh darah, maupun syaraf.
2. Tidak
menimbulkan rasa nyeri yang hebat, berarti pula mencegah terjadinya syok karena
rasa nyeri yang hebat.
3. Tidak
membuat luka terbuka pada bagian tulang yang patah sehingga mencegah terjadinya
indfeksi tulang.
Pembidaian tidak hanya dilakkukan
untuk immobilisasi tulang yang patah tetapi juga untuk sendi yang baru
direposisi setelah mengalami dislokasi. Sebuah sendi yang pernah mengalami
dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor sehingga gampang
mengalami dislokasi kembali, untuk itu setelah diperbaiki sebaiknya untuk
sementara waktu dilakukan pembidaian.
Prinsip pembidaian
1. Lakukan
pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban jangan dipindahkan
sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman dipindahkan ke tandu
medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan
pembidaian.
2. Lakukan
juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus
dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur harus selalu
dipikirkan setiap terjadi kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada
keraguan, perlakukan sebagai fraktur.
Tanda
dan gejala patah tulang:
a.
Adanya tanda ruda paksa
pada bagian tubuh yang diduga terjadi patah tulang: pembengkakan, memar, rasa
nyeri.
b.
Nyeri sumbu: apabila diberi
tekanan yang arahnya sejajar dengan tulang yang patah akan memberikan nyeri
yang hebat pada penderita.
c.
Deformitas: apabila
dibandingkan dengan bagian tulang yang sehat terlihat tidak sama bentuk dan
panjangnya.
d.
Bagian tulang yang patah tidak
dapat berfungsi dengan baik atau sama sekali tidak dapat digunakan lagi.
3. Melewati
minimal dua sendi yang berbatasan.
Prosedur Pembidaian
1. Siapkan
alat-alat selengkapnya
2. Apabila
penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan dan rawat lukanya
dengan cara menutup dengan kasa steril dan membalutnya.
3. Bidai
harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur
dahulu pada sendi yang sehat.
4. Bidai
dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di antara bagian
yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau
penekanan syaraf, terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang.
5. Mengikat
bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dll) dimulai dari sebelah
atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian
fraktur. Simpul ikatan jatuh pada permukaan bidainya, tidak pada permukaan
anggota tubuh yang dibidai.
6. Ikatan
jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara
keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
7. Kalau
memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Sepatu,
gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.
Daftar Pustaka
Anonim.
2009. Pembidaian Teori, Tujuan, Cara dan Komplikasi Pembidaian (diakses dari
http://blog.ilmukeperawatan.com/pembidaian-teori-tujuan-cara-dan-komplikasi-pembidaian.html
tanggal 31 Mei 2012).
Arief,
Muhammad. 2008. Pembalutan dan Pembidaian dalam P3K (diakses dari
http://ariefboy.multiply.com/links/item/21/PEMABALUTAN_DAN_PEMBIDAIAN_DALAM_P3K
tanggal 31 Mei 2012).
Azzam,
Rohman. 2008. Fraktur dan Dislokasi (diakses dari
http://kegawatdaruratan.blogspot.com/2008/02/fraktur-dan-dislokasi.html tanggal
31 Mei 2012).